Bupati Kukar Dorong Percepatan Sertifikasi Aset Daerah

Tenggarong, KALTIM – Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) dr. Aulia Rahman Basri menghadiri Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) Bidang Pertanahan dan Tata Ruang bersama gubernur serta bupati/wali kota se-Kalimantan Timur. Kegiatan berlangsung di Pendopo Odah Etam, Kantor Gubernur Kaltim, Jumat (24/10).
Rakor dibuka oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid, didampingi Penasihat Utama Bidang Hukum dan Peraturan Perundang-Undangan Jhoni Ginting, serta Kepala Kanwil BPN Kaltim Deni Ahmad Hidayat.
Dalam sambutannya, Menteri Nusron menegaskan penyelesaian konflik pertanahan harus mengedepankan pendekatan kemanusiaan, bukan semata hukum. “Kami mencari solusi berbasis kemanusiaan, bukan berbasis hukum. Kalau hukum, pasti ada kalah dan menang. Kami ingin solusi yang adil bagi semua pihak agar rakyat tidak dirugikan, namun negara tetap memiliki catatan aset yang sah,” ujarnya.
Selain konflik lahan, Nusron juga menyoroti rendahnya kepatuhan perusahaan pemegang Hak Guna Usaha (HGU) dalam memenuhi kewajiban penyediaan plasma minimal 20 persen bagi masyarakat sekitar. Ia menegaskan pemerintah akan menertibkan praktik alih fungsi kawasan hutan menjadi kebun sawit tanpa izin dan memperbaiki pemahaman terkait sumber lahan plasma. “Koordinasi antara ATR/BPN dan pemerintah daerah menjadi kunci pengelolaan pertanahan dan tata ruang yang berhasil,” ujarnya menambahkan.
Sementara itu, Bupati Kukar Aulia Rahman Basri dalam sesi dialog menyampaikan kondisi umum pertanahan di wilayahnya. Dari total 2.912 bidang tanah milik Pemkab, baru 478 bidang (16,4 persen) yang bersertifikat, sementara 2.436 bidang (83,6 persen) belum. “Tanpa percepatan, butuh lebih dari 120 tahun untuk menuntaskan sertifikasi seluruh aset. Ini menjadi catatan penting BPK dan KPK dalam MCP Area 5 Aset Daerah,” ujar Aulia.
Ia juga menjelaskan sejumlah kendala, mulai dari aset tanpa dokumen hak yang lengkap, lahan yang berada di kawasan hutan atau eks-transmigrasi, hingga keterbatasan SDM teknis dan data yang belum berbasis spasial.
Menurutnya, kondisi ini berdampak pada pembangunan dan kepastian hukum di daerah. Banyak fasilitas publik seperti kantor desa, sekolah, dan puskesmas berdiri di atas lahan eks-transmigrasi yang masih berstatus milik kementerian. Akibatnya, pemerintah daerah tidak dapat melakukan rehabilitasi atau pembangunan baru karena belum berstatus “clear and clean”.
Selain itu, sejumlah lahan HGU dan HGB milik perusahaan yang sudah tidak produktif menimbulkan konflik penguasaan dan batas wilayah. “Kami memohon dukungan Kementerian ATR/BPN untuk membuka program percepatan sertifikasi aset pemerintah daerah di Kukar, terutama untuk fasilitas umum, sosial, pendidikan, dan kesehatan,” ujar Aulia.
Aulia juga meminta agar pemerintah pusat melakukan audit terhadap lahan HGU dan HGB yang tidak produktif untuk dikembalikan kepada negara serta menyalurkannya bagi kepentingan masyarakat. “Kami siap menjadi daerah percontohan untuk percepatan sertifikasi aset, penataan ulang eks-HGU, dan integrasi data pertanahan berbasis spasial di Kalimantan Timur,” tegasnya.
Menanggapi hal itu, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menyampaikan apresiasinya atas paparan Bupati Kukar dan menyatakan siap menindaklanjuti usulan tersebut. “Kami akan memfasilitasi pertemuan antara Pemkab Kukar dengan Kementerian Transmigrasi dan Desa untuk membahas lahan eks-transmigrasi dan kawasan hutan yang digunakan masyarakat maupun pemerintah daerah,” ujarnya. (*/adv)
Penulis : Arief
Editor : Rahman
 
 










